Pernah nggak sih kamu baca buku yang direkomendasikan banyak orang, tapi setelah selesai malah merasa "kok gini doang?" Sementara orang-orang di internet pada heboh bilang buku itu wow banget, kamu justru nggak bisa menikmati ceritanya. Atau kebalikannya, kamu suka banget sama sebuah buku, tapi pas lihat review di media sosial, ternyata banyak yang kasih rating rendah dan kritik pedas. Rasanya jadi agak ragu buat ngomongin pendapat sendiri, kan?
Aku juga pernah ngalamin ini. Misalnya, Uprooted karya Naomi Novik sering banget direkomendasikan di BookTube, tapi aku nggak bisa menikmati ceritanya. Sebaliknya, Convenience Store Woman karya Sayaka Murata yang menurutku menarik, justru banyak yang kurang suka. Kalau kamu pernah ada di posisi kayak gini, tenang aja, kamu nggak sendirian! Di postingan ini, aku bakal bahas kenapa kita bisa punya pendapat yang berbeda-beda tentang satu buku yang sama.
A. Faktor yang Mempengaruhi Persepsi Pembaca
Kenapa satu buku bisa menimbulkan pendapat yang berbeda-beda? Jawabannya nggak sesederhana "buku ini bagus" atau "buku ini jelek." Banyak faktor yang mempengaruhi cara kita menikmati cerita. Yuk, kita bahas satu per satu!
1. Pengalaman dan latar belakang pembaca
Setiap orang punya pengalaman hidup yang unik, dan itu mempengaruhi cara mereka memahami cerita. Misalnya, seseorang yang pernah kehilangan orang terkasih mungkin lebih tersentuh dengan novel yang membahas duka dan kehilangan, sementara yang belum pernah mengalaminya mungkin nggak merasakan dampak emosional yang sama.
Selain itu, latar belakang budaya juga berperan besar. Buku yang penuh dengan referensi budaya tertentu bisa terasa relatable bagi sebagian pembaca, tapi mungkin sulit dipahami bagi yang tidak familiar. Makanya, ada buku yang terasa "ngena" banget di satu orang, tapi biasa aja di orang lain.
2. Kondisi emosional dan mood saat membaca
Pernah nggak sih, baca buku yang katanya lucu, tapi karena lagi bad mood, rasanya biasa aja? Atau sebaliknya, baca buku yang sedih banget saat lagi mellow, jadi makin berasa menyayat hati?
Kondisi emosional saat membaca bisa sangat mempengaruhi cara kita menikmati buku. Ada yang kalau lagi sedih justru cari buku yang bikin nangis biar puas sekalian, ada juga yang lebih suka novel ringan dan lucu sebagai distraksi. Jadi, bisa aja buku yang nggak cocok di satu waktu, ternyata jadi favorit saat dibaca di momen yang berbeda.
3. Ekspektasi sebelum membaca
Ekspektasi bisa jadi pedang bermata dua. Kalau masuk dengan harapan tinggi karena buku ini viral dan dipuji semua orang, kita bisa jadi kecewa kalau ternyata nggak sesuai ekspektasi. Sebaliknya, kalau kita baca buku tanpa ekspektasi apa-apa, bisa aja malah terkejut karena ternyata ceritanya bagus banget.
Itulah kenapa buku yang hype bisa menimbulkan reaksi beragam. Ada yang merasa sesuai ekspektasi, ada juga yang merasa "kok nggak sebagus itu sih?" Jadi, sebelum membaca buku yang ramai dibicarakan, ada baiknya menyesuaikan ekspektasi supaya nggak terlalu terbebani.
4. Preferensi gaya penulisan dan trope
Setiap orang punya selera berbeda dalam hal gaya penulisan dan trope cerita. Ada yang suka gaya menulis yang puitis dan deskriptif, ada juga yang lebih suka tulisan yang simpel dan to the point.
Begitu juga dengan trope. Misalnya, ada pembaca yang suka trope enemies to lovers karena dinamikanya seru, tapi ada juga yang merasa trope ini klise dan nggak realistis. Hal yang sama berlaku untuk genre, penggemar literary fiction mungkin menikmati novel dengan fokus karakter yang kuat, sementara pembaca lain lebih suka cerita dengan plot yang cepat dan penuh aksi.
5. Tingkat pemahaman dan interpretasi
Kadang, cara kita memahami buku juga bisa berbeda. Novel yang punya simbolisme dan makna tersembunyi mungkin terasa menarik bagi yang suka mencari makna di balik cerita, tapi bisa terasa membingungkan atau membosankan bagi yang lebih suka cerita yang straightforward.
6. Pengaruh lingkungan dan budaya
Lingkungan dan budaya tempat kita tumbuh juga bisa mempengaruhi cara kita melihat cerita. Buku yang menggambarkan norma atau nilai tertentu bisa terasa sangat relate bagi sebagian orang, tapi mungkin membingungkan atau kurang berkesan bagi yang berasal dari budaya berbeda.
Misalnya, cerita yang menekankan nilai kebersamaan dalam keluarga besar mungkin terasa hangat dan familiar bagi pembaca dari budaya kolektif, tapi bisa terasa berlebihan bagi yang terbiasa dengan budaya individualis. Begitu juga dengan humor, lelucon yang lucu di satu budaya belum tentu mengundang tawa di budaya lain.
7. Hype dan opini publik
Nggak bisa dipungkiri, tren dan opini publik bisa sangat mempengaruhi persepsi kita terhadap sebuah buku. Kalau sebuah buku lagi hype, kita jadi lebih penasaran buat baca, tapi bisa jadi malah terbebani sama ekspektasi tinggi.
Sebaliknya, kalau sebuah buku banyak dikritik atau punya rating rendah, kita mungkin jadi ragu buat mencoba, padahal bisa aja sebenarnya cocok buat kita. Kadang, membaca dengan mindset yang sudah terpengaruh opini orang lain bisa bikin kita kehilangan pengalaman membaca yang lebih netral.
8. Format dan cara membaca
Percaya atau nggak, format buku juga bisa mempengaruhi pengalaman membaca. Ada buku yang lebih enak dinikmati dalam bentuk fisik karena tata letaknya penting, sementara yang lain lebih seru dalam bentuk audiobook karena narasinya lebih hidup.
Selain itu, cara kita membaca juga berpengaruh. Baca buku dengan santai di waktu luang tentu rasanya beda dengan baca buku saat lagi dikejar deadline atau sambil disambi aktivitas lain. Buku yang sebenarnya bagus bisa jadi terasa hambar kalau dibaca saat kita nggak fokus.
9. Tahapan usia dan kedewasaan emosional
Buku yang terasa membosankan atau sulit dipahami saat remaja, bisa jadi terasa lebih bermakna saat dibaca ulang di usia yang lebih dewasa. Sebaliknya, ada juga buku yang dulu terasa seru dan menyenangkan, tapi saat dibaca lagi bertahun-tahun kemudian, rasanya nggak lagi seistimewa dulu.
Ini karena seiring bertambahnya usia, kita mengalami lebih banyak hal dan cara kita memahami cerita juga berkembang. Tema-tema seperti kehilangan, perjalanan hidup, atau refleksi diri mungkin lebih mengena saat kita sudah mengalami hal serupa di dunia nyata.
10. Resonansi emosional
Terkadang, sebuah buku bisa mengingatkan kita pada pengalaman pribadi, dan reaksi kita terhadapnya bisa berbeda-beda. Ada yang merasa terhubung dan semakin menyukai buku itu karena bisa melihat dirinya dalam cerita. Tapi ada juga yang justru merasa nggak nyaman atau terganggu karena ceritanya terlalu dekat dengan pengalaman buruk yang pernah dialami.
Misalnya, seseorang yang pernah mengalami toxic relationship mungkin punya reaksi berbeda terhadap cerita dengan tokoh pasangan yang toksik. Ada yang menganggapnya sebagai penggambaran yang realistis dan menarik, tapi ada juga yang merasa nggak nyaman karena mengingatkan pada pengalaman pribadi yang menyakitkan.
11. Latar belakang pendidikan
Pendidikan bisa mempengaruhi cara kita memahami buku. Misalnya, seseorang dengan latar belakang sastra mungkin lebih menikmati novel dengan gaya bahasa kompleks, sementara yang terbiasa dengan tulisan ilmiah bisa merasa lebih nyaman dengan buku yang punya struktur jelas. Tapi bukan berarti harus punya gelar tertentu buat menikmati buku ya, setiap orang punya cara sendiri dalam menangkap makna cerita!
12. Kebiasaan membaca
Ada yang baca buku buat hiburan semata, ada juga yang suka menganalisis setiap detail cerita. Pembaca santai cenderung lebih fokus ke keseruan cerita, sementara pembaca kritis bisa lebih peka terhadap plot hole atau inkonsistensi. Makanya, buku yang terasa seru banget buat satu orang bisa terasa biasa aja buat yang lain.
13. Seberapa banyak buku sejenis yang sudah dibaca
Kalau baru pertama kali baca genre atau trope tertentu, kesannya bisa jauh lebih kuat dibanding kalau sudah banyak pengalaman dengan genre itu. Misalnya, plot enemies to lovers mungkin terasa segar dan seru buat yang baru pertama kali membaca, tapi bisa terasa klise buat yang sudah sering menemukannya. Ini juga yang bikin satu buku bisa dapet reaksi "wah, ini masterpiece!" dari satu orang, tapi "meh, ini terlalu generik" dari orang lain.
B. Gimana Cara Menyikapi Perbedaan Pendapat tentang Buku?
Setelah tahu kenapa satu buku bisa memunculkan reaksi yang berbeda, sekarang pertanyaannya: gimana cara kita menyikapinya? Nggak jarang, beda pendapat soal buku bisa bikin orang jadi ragu sama seleranya sendiri, atau malah ikutan defensif pas bukunya dikritik. Biar tetap santai dan enjoy dalam dunia perbukuan, coba deh lakukan ini:
1. Ingat bahwa selera itu subjektif
Sama kayak makanan atau musik, setiap orang punya preferensi yang beda. Ada yang suka cerita lambat dan penuh refleksi, ada yang lebih suka aksi nonstop. Ada yang cinta plot twist gila-gilaan, ada yang lebih suka cerita simpel yang heartwarming. Jadi, kalau ada yang nggak suka buku favoritmu, nggak berarti bukunya jelek—cuma bukan buat mereka aja.
2. Jangan merasa "salah" kalau punya pendapat berbeda
Pernah suka banget sama buku yang dihujat banyak orang? Atau sebaliknya, nggak paham kenapa buku tertentu dipuja-puja? Itu wajar! Pendapatmu valid, sama validnya dengan orang lain yang punya pendapat berbeda. Bahkan, bisa jadi kita baca buku itu di waktu yang berbeda, dengan pengalaman hidup yang beda, dan akhirnya punya kesan yang beda juga.
3. Terima kritik sebagai perspektif baru, bukan serangan
Kalau ada yang mengkritik buku yang kita suka, coba lihat sebagai perspektif lain, bukan serangan pribadi. Bisa aja mereka melihat aspek yang nggak kita sadari sebelumnya. Kadang, malah bikin kita lebih paham kenapa kita suka buku itu, atau jadi lebih terbuka sama sudut pandang lain.
4. Diskusi boleh, berdebat nggak harus
Diskusi buku itu seru! Tapi kalau udah mulai berubah jadi debat sengit tanpa ujung, mungkin lebih baik berhenti dulu. Setuju untuk nggak setuju itu nggak masalah. Selama masih bisa saling menghargai, perbedaan pendapat justru bikin diskusi makin kaya.
5. Jangan takut menyuarakan pendapat sendiri
Kalau semua orang bilang buku tertentu wajib dibaca tapi kamu malah nggak suka? Atau semua orang bilang ini jelek banget tapi kamu menikmati? Speak up aja! Justru sudut pandang yang beragam bikin dunia perbukuan lebih menarik.
Nah, wajar banget kalau satu buku bisa punya banyak pendapat berbeda. Setiap orang membawa pengalaman, emosi, dan preferensi masing-masing saat membaca, jadi nggak ada jawaban benar atau salah soal apakah sebuah buku bagus atau tidak. Kalau kamu pernah suka banget sama satu buku tapi sekarang rasanya biasa aja, atau malah sebaliknya, itu juga hal yang lumrah. Selera dan cara kita melihat cerita bisa berubah seiring waktu. Tapi tenang aja, soal ini bakal aku bahas lebih lanjut di artikel lain. Stay tuned!
Ngomong-ngomong, pernah nggak kamu baca buku yang semua orang suka tapi kamu nggak ngerti kenapa? Atau sebaliknya, ada nggak buku yang kamu suka banget tapi orang-orang justru banyak yang nggak suka? Cerita di kolom komentar, ya!