Salah satu hal yang penting dari masa anak-anak saya adalah ajakan berpuasa
dari orang tua saja. Seingat saya, dulu tidak ada adegan pemaksaan agar saya
puasa dan lain sebagainya. Yang ada, saya sering lupa ketika saya merasa haus
langsung menyeruput air putih, dan orang tua saya tidak tahu. Hihi.
Kali ini saya akan bagikan hal-hal yang saya ingat dari masa kecil saya
saat orang tua saya mengajak untuk berpuasa, yang masih juga diterapkan kepada
adik bontot saya yang sekarang kelas 3 SD yang juga ikut berpuasa meski
sekolahnya tidak libur.
1. Bertahap
Awal saya puasa adalah puasa setengah hari, karena bagi anak-anak mungkin
tidak makan sejak pagi hingga maghrib terlihat menakutkan, karena pasti lapar
dan haus kemudian lemas. Dan memang benar, saat saya dapat berpuasa setengah
hari rasanya lebih ringan dan saya jadi berpikir “saya hanya harus menunggu
hingga jam makan siang”.
2. Contoh dari Orang Tua dan Sekitar
Kalau tidak dapat contoh dari orang tua saya, saya mungkin tidak mau
berpuasa. Bagaimana saya mau disuruh melakukan satu hal yang tidak dilakukan
orang tua saya. Anak-anak melihat orang tua dan anggota keluarganya sebagai
panutan. Seperti saat adik bontot saya berpuasa juga, kami berusaha memberikan
contoh untuk tetap berpuasa, meski kami sedang tidak berpuasa. Karena menurut saya,
anak-anak akan merasa ketakutan dan tidak senang kalau melakukan sesuatu yang
baru sendirian, dia butuh teman seperjuangan.
3. Puasa Itu Menyenangkan
Di rumah, orang tua saya menciptakan kondisi yang menyenangkan terutama
menghindarkan kata-kata negatif saat berpuasa. Dan memang benar, di hari biasa
saja saya sudah merasa tidak enak kalau mendengar kata-kata negatif dari orang-orang
sekitar saya, apalagi kalau anak-anak yang baru belajar untuk berpuasa harus
mendengar kata-kata yang tidak baik. Maka, suasana yang menyenangkan sangat
penting untuk membuat anak-anak yang baru mengenal puasa merasa nyaman
melakukannya.
4. Ajakan untuk Berpartisipasi
Saat bulan puasa, karena saya libur sekolah, saya jadi lebih sering ikut
ibu belanja dan ‘berpetualang’ ke tempat belanja baru. Selain berbelanja, saya
juga boleh ikut memasak makanan berbuka yang merupakan kegiatan yang asik bagi
saya seperti mencampur bahan, mencabuti ujung taoge, menyiangi sayuran dan
mengupas bawang. Kalau ibu saya mau bikin kue, saya ikut membentuk adonan juga.
5. Hadiah
Sebenarnya saya tidak pernah diberikan hadiah barang untuk apapun yang saya
lakukan seperti puasa. Mungkin orang tua saya tidak ingin saya jadi berpuasa
untuk mendapatkan hadiah. Begitu pula hingga adik-adik saya, saat kami ingin
menghargai usaha kerasnya berpuasa, kami mengatakan hal-hal positif kepadanya
seperti “Kamu hebat bisa puasa penuh, kamu berarti sehat dan kuat”
6. Biarkan Tidur
Saat puasa dulu, saya boleh tidur selama apapun yang saya mau, bahkan saya
kadang tidak ikut tarawih di masa anak-anak saya karena saya gampang mengantuk.
Namun orang tua saya tidak memarahi saya. Lambat laun, sesuai kebutuhan saya
bisa menyesuaikan waktu yang saya miliki untuk tidur, bekerja atau sekolah, dan
beribadah.
7. Tidak Perlu Memaksa
Karena dulu saya tipe yang kalau dilarang akan tetap melakukan, dan kalau
dipaksa malah tidak mau melakukan, jadi tidak ada adegan pemaksaan di masa
anak-anak saya dalam hal memulai puasa. Orang tua saya hanya memberi tahu
mengenai puasa dan kenapa kita melakukannya. Karena saya jenis anak yang
gampang kepo dan banyak bertanya, maka saya disuruh melakukannya sendiri kalau
mau tahu rasanya. “Udah ikut puasa aja, kamu pasti tahu rasanya”
8. Ada Hari Raya
Kalau kata ibu saya, Hari Raya bukan hanya bacaan takbir dimana-mana, namun
hari raya yang sebenarnya kita dapat setelah sebulan berpuasa dengan ikhlas,
dan selalu ada kebaikan tersendiri yang datang kepada tiap-tiap orang yang
berpuasa. Hari raya adalah hari pertama saat kita selesai proses resetting
untuk menjadi kita yang baru, yang menjadi penanda kita terlahir menjadi satu
orang yang baru.
Karena cara di atas bekerja dengan baik bagi saya dan adik-adik saya, bukan
berarti akan bisa digunakan kepada semua anak, mengingat setiap anak punya
karakter berbeda-beda. Orang tua masing-masing yang paling mengetahui kondisi
anak-anaknya, sehingga satu cara yang bekerja untuk anak-anak lain mungkin bisa
tidak bekerja pada satu anak. Karena anak juga manusia, unik dan berbeda-beda.
Meskipun sebagian orang sudah memulai puasa Ramadhan sejak anak-anak, namun
saat kita tidak memulainya sejak anak-anak karena hal-hal tertentu, kita
bisa memulainya sejak sekarang. Tidak ada kata terlambat.
Kita tidak akan pernah tahu rasanya jika hanya berasumsi, memperkirakan dan
melihatnya saja tanpa melakukannya sendiri. Dan, jangan khawatir, puasa adalah
perbuatan baik. Jadi, meski kita tidak bisa melihatnya, kebaikan itu selalu ada
bersama orang-orang yang berbuat baik.
Title picture edited by lailiving, background photo by Sophie Elvis
0 Comments
don't use this comment form, use the embedded disqus comment section. No spam!
Note: only a member of this blog may post a comment.