Love in the Time of Cholera by Gabriel García Márquez | Book Review

 


Love in the Time of Cholera is a renowned novel written by Colombian author Gabriel García Márquez. First published in 1985 (original Spanish title: El amor en los tiempos del cólera), the book is considered a classic and is widely acclaimed for its vivid storytelling and lyrical prose.

With its evocative prose and exploration of profound emotions, Love in the Time of Cholera has captivated readers worldwide and solidified Gabriel García Márquez's reputation as one of the greatest Latin American authors of the 20th century.

(Love in the Time of Cholera adalah novel terkenal yang ditulis oleh penulis Kolombia Gabriel García Márquez. Pertama kali diterbitkan pada tahun 1985 (judul asli Spanyol: El amor en los tiempos del cólera), buku ini dianggap sebagai buku klasik dan diakui secara luas karena penceritaan yang hidup dan prosa lirisnya.

Dengan prosa yang menggugah dan eksplorasi emosi yang mendalam, Love in the Time of Cholera telah memikat pembaca di seluruh dunia dan memantapkan reputasi Gabriel García Márquez sebagai salah satu penulis Amerika Latin terbesar abad ke-20.)

 

BOOK INFORMATION

Title                       : Love in the Time of Cholera

Original Title       : El amor en los tiempos del cólera

Author                  : Gabriel García Márquez

Translator            : Dian Vita Ellyati

Publisher             : Gramedia Pustaka Utama

Language             : Indonesian

Length                  : 640 pages

Released               : March 25, 2018

Read                      : June 24 - July 8, 2023

GR Rating            : 3.93

My Rating            : 3.50

 

SYNOPSIS

The novel is set in an unnamed Caribbean city during the late 19th and early 20th centuries, a time when cholera epidemics plagued the region. The story revolves around the lives of three main characters: Florentino Ariza, Fermina Daza, and Dr. Juvenal Urbino.

Florentino Ariza, a passionate and romantic young man, falls in love with Fermina Daza, a beautiful and intelligent woman, when they are both teenagers. They exchange love letters, but their relationship is ultimately thwarted by Fermina's father, who deems Florentino unsuitable for his daughter. Fermina's father sends her away, and she marries Dr. Juvenal Urbino, a respected and wealthy physician.

While Fermina and Urbino's marriage appears happy and secure, Florentino continues to be consumed by his love for her. He maintains his devotion over the years, despite having numerous affairs and becoming known for his promiscuity. Florentino works his way up in society, becoming a successful businessman and rising in the ranks of the River Company of the Caribbean, all the while remaining faithful to his love for Fermina.

After fifty years of marriage, Dr. Urbino dies in a tragic accident. Florentino seizes this opportunity to reconnect with Fermina, and he confesses his love to her once more. Fermina, initially hesitant and resistant, gradually begins to reciprocate Florentino's feelings. The novel explores the complexities of their rekindled relationship, the effects of time and aging on love, and the interplay between passion and societal expectations.

(Novel ini berlatar di kota Karibia yang tidak disebutkan namanya selama akhir abad ke-19 dan awal abad ke-20, saat wabah kolera melanda wilayah tersebut. Ceritanya mengenai kehidupan tiga karakter utama: Florentino Ariza, Fermina Daza, dan Dr. Juvenal Urbino.

Florentino Ariza, seorang pemuda yang romantis dan penuh semangat, jatuh cinta dengan Fermina Daza, seorang wanita cantik dan cerdas, ketika mereka sama-sama remaja. Mereka bertukar surat cinta, namun hubungan mereka akhirnya digagalkan oleh ayah Fermina, yang menganggap Florentino tidak cocok untuk putrinya. Ayah Fermina menyuruhnya pergi, dan dia menikahkan putrinya dengan Dr. Juvenal Urbino, seorang dokter yang dihormati dan kaya.

Sementara pernikahan Fermina dan Urbino tampak bahagia dan aman, Florentino terus termakan oleh cintanya. Dia mempertahankan pengabdiannya selama bertahun-tahun, meskipun memiliki banyak hubungan dan dikenal karena pergaulan bebasnya. Florentino bekerja keras di masyarakat, menjadi pengusaha sukses dan naik pangkat di Perusahaan Sungai Karibia, sambil tetap setia pada cintanya pada Fermina.

Setelah lima puluh tahun menikah, Dr. Urbino meninggal dalam kecelakaan tragis. Florentino memanfaatkan kesempatan ini untuk berhubungan kembali dengan Fermina, dan dia menyatakan cintanya sekali lagi. Fermina, awalnya ragu-ragu dan menolak, lambat laun mulai membalas perasaan Florentino. Novel ini mengeksplorasi kompleksitas hubungan mereka yang dihidupkan kembali, efek waktu dan penuaan pada cinta, dan interaksi antara hasrat dan ekspektasi masyarakat.)

 

WHAT I LOVE

■Engaging writing style: Gabriel García Márquez's beautiful and poetic writing captures the reader's imagination. With vivid descriptions, the prose paints a vivid picture of the Caribbean city, immersing readers in its settings and evoking strong emotions.

■Exploration of complex love: Love in the Time of Cholera delves deep into the intricacies of love. It explores the intensity of passion, the ache of unrequited love, and the longing that accompanies it. As a reader, I appreciated the way the novel explores these profound emotions and portrays the complexities of human relationships.

■Contemplation of life and death: The novel prompts deep reflection on the meaning of life and the inevitability of death. It urges readers to cherish love and seek happiness, recognizing the fleeting nature of existence. Personally, I found these reflections thought-provoking and they made me contemplate my own life and priorities.

■Rich cultural and historical backdrop: The novel offers valuable insights into the customs, traditions, and social dynamics of Colombian and Caribbean society in the late 19th and early 20th centuries. 

(■Gaya penulisan yang menarik: Tulisan Gabriel García Márquez yang indah dan puitis menangkap imajinasi pembaca. Dengan deskripsi yang jelas, prosanya melukiskan gambaran yang jelas tentang kota Karibia, menenggelamkan pembaca dalam latarnya dan membangkitkan emosi yang kuat.

■Eksplorasi cinta yang kompleks: Love in the Time of Cholera menggali jauh ke dalam seluk-beluk cinta. Buku ini mengeksplorasi intensitas gairah, sakitnya cinta tak terbalas, dan kerinduan yang menyertainya. Sebagai pembaca, aku suka cara novel ini mengeksplorasi emosi yang mendalam ini dan menggambarkan kompleksitas hubungan manusia.

■Perenungan hidup dan mati: Novel ini mendorong refleksi mendalam tentang makna hidup dan kematian yang tak terhindarkan. Buku ini mendesak pembaca untuk menghargai cinta dan mencari kebahagiaan, mengenali sifat kehidupan yang cepat berlalu. Secara pribadi,  refleksi ini menggugah pikiran dan membuat aku merenungkan kehidupan dan prioritas sendiri.

■Latar belakang budaya dan sejarah yang kaya: Novel ini memberikan wawasan tentang adat istiadat, tradisi, dan dinamika sosial masyarakat Kolombia dan Karibia pada akhir abad ke-19 dan awal abad ke-20.)

 

WHAT I DON'T LIKE

■Slow pacing and lengthy descriptions: Personally, I found the leisurely pace and detailed descriptions of the novel to be a challenge. As a reader who prefers a faster-paced narrative, I felt that the story moved slowly, sometimes becoming overly indulgent in its descriptions. This requires patience and a willingness to savor the intricacies of the novel.

■Overemphasis on romance: While Love in the Time of Cholera is celebrated for its exploration of love, I found the heavy focus on romance to be somewhat overwhelming. As someone who enjoys stories with a variety of thematic elements, I felt that the excessive emphasis on romantic relationships overshadowed other potential dimensions of the narrative. Comparatively, having read One Hundred Years of Solitude, which masterfully incorporates multiple themes, the singular focus on romance in this novel was a disappointment for me.

(■Pacing lambat dan deskripsi panjang: Secara pribadi, menurutku pacing buku ini terlalu santai dan deskripsi mendetail dari novel ini menjadi sebuah tantangan buat aku. Sebagai pembaca yang lebih menyukai narasi yang bertempo lebih cepat, aku merasa ceritanya bergerak lambat, terkadang menjadi terlalu mengulur deskripsinya. Hal ini membutuhkan kesabaran dan kemauan untuk menikmati keseluruhan novelnya.

■Penekanan berlebihan pada romance: Sementara Love in the Time of Cholera disukai karena eksplorasi cintanya, menurutku fokus yang berat pada aspek romance agak berlebihan. Sebagai seseorang yang menikmati cerita dengan berbagai elemen tematik, aku merasa bahwa penekanan berlebihan pada hubungan romantis membayangi potensi dimensi narasi lainnya. Sebagai perbandingan, setelah membaca Seratus Tahun Kesunyian, yang menggabungkan banyak tema dengan lihai, fokus tunggal pada romance dalam novel ini rasanya agak mengecewakan.)

 

WHAT I'VE LEARNED

■Complexity of relationships: The novel delves into the intricate nature of human relationships, highlighting their complexities, contradictions, and challenges. It serves as a reminder that relationships are not always simple, requiring effort, compromise, and understanding from all parties involved.

■Balancing personal freedom and societal expectations: The book explores the conflict between individual freedom and societal expectations. It raises important questions about the restrictions and pressures imposed by societal norms, as well as the struggle to find a balance between personal desires and societal obligations. It emphasizes the significance of forging our own path and remaining true to ourselves, even in the face of societal expectations.

(■Kompleksitas hubungan: Novel ini menggali sifat rumit dari hubungan manusia, menyoroti kompleksitas, kontradiksi, dan tantangannya. Hal ini berfungsi sebagai pengingat bahwa hubungan tidak selalu sederhana, membutuhkan usaha, kompromi, dan pengertian dari semua pihak yang terlibat.

■Menyeimbangkan kebebasan pribadi dan ekspektasi masyarakat: Buku ini mengeksplorasi konflik antara kebebasan individu dan ekspektasi masyarakat. Hal ini menimbulkan pertanyaan penting tentang batasan dan tekanan yang dipaksakan oleh norma-norma masyarakat, serta perjuangan untuk menemukan keseimbangan antara keinginan pribadi dan kewajiban masyarakat. Buku ini menekankan pentingnya menempa jalan kita sendiri dan tetap setia pada diri kita sendiri, bahkan dalam menghadapi ekspektasi masyarakat.)

 

The importance of hygience and medical practices

Cholera epidemics play a significant role in the novel, acting as a backdrop for the characters' lives. Cholera is a highly contagious and deadly disease caused by consuming contaminated water or food, leading to severe diarrhea and dehydration. The recurring outbreaks depicted in the story reflect the harsh realities of public health challenges during that period.

The presence of cholera emphasizes how vulnerable communities and individuals were to infectious diseases. It highlights the fragility of life and the constant threat of disease in a society that lacked proper sanitation systems and access to clean water. 

Though not explicitly discussed, the novel indirectly raises issues related to hygiene and sanitation through the presence of cholera. Cholera is closely linked to unsanitary living conditions, poor hygiene practices, and contaminated water sources. The portrayal of the disease underscores the importance of maintaining proper hygiene and sanitation, including access to clean water, effective waste management, and personal hygiene, to prevent the spread of infectious diseases.

The novel reflects the societal challenges faced during that time, showcasing the struggles of communities in obtaining clean water, maintaining hygienic living conditions, and implementing effective sanitation measures to safeguard public health. The absence or failure of these essential elements contributes to the vulnerability of individuals and communities to diseases like cholera.

The character of Dr. Juvenal Urbino, a respected physician in the novel, represents the medical profession of the late 19th and early 20th centuries. Through his character, the novel offers glimpses into the medical practices and advancements available during that era.

Dr. Urbino's presence exemplifies the evolving medical knowledge and progress in the treatment and management of diseases like cholera. His expertise and dedication to public health highlight the commitment of medical professionals in addressing and mitigating the impact of epidemics. The novel demonstrates ongoing efforts to understand and combat diseases, underscoring the importance of medical expertise and scientific advancements in safeguarding communities from the devastating effects of infectious diseases.

(Epidemi kolera memainkan peran penting dalam novel, yang bertindak sebagai latar belakang kehidupan karakter. Kolera adalah penyakit yang sangat menular dan mematikan yang disebabkan oleh konsumsi air atau makanan yang terkontaminasi, menyebabkan diare parah dan dehidrasi. Wabah berulang yang digambarkan dalam cerita mencerminkan kenyataan pahit tantangan kesehatan masyarakat selama periode itu.

Kehadiran kolera menekankan betapa rentannya masyarakat dan individu terhadap penyakit menular. Buku ini menyoroti kerapuhan hidup dan ancaman penyakit yang terus-menerus dalam masyarakat yang tidak memiliki sistem sanitasi yang layak dan akses air bersih.

Meski tidak secara eksplisit dibahas, novel ini secara tidak langsung mengangkat isu terkait higiene dan sanitasi melalui keberadaan penyakit kolera. Kolera terkait erat dengan kondisi hidup yang tidak sehat, praktik kebersihan yang buruk, dan sumber air yang terkontaminasi. Gambaran penyakit tersebut menggarisbawahi pentingnya menjaga kebersihan dan sanitasi yang baik, termasuk akses air bersih, pengelolaan limbah yang efektif, dan kebersihan pribadi, untuk mencegah penyebaran penyakit menular.

Novel ini mencerminkan tantangan yang dihadapi masyarakat pada masa itu, menampilkan perjuangan masyarakat dalam memperoleh air bersih, menjaga kondisi kehidupan yang higienis, dan menerapkan langkah-langkah sanitasi yang efektif untuk menjaga kesehatan masyarakat. Ketiadaan atau kegagalan elemen-elemen penting ini berkontribusi pada kerentanan individu dan komunitas terhadap penyakit seperti kolera.

Karakter Dr. Juvenal Urbino, seorang dokter yang disegani dalam novel tersebut, mewakili profesi medis di akhir abad ke-19 dan awal abad ke-20. Melalui karakternya, novel ini menawarkan sekilas praktik medis dan kemajuan yang ada pada era itu.

Kehadiran Dr. Urbino mencontohkan perkembangan pengetahuan medis dan kemajuan dalam pengobatan dan pengelolaan penyakit seperti kolera. Keahlian dan dedikasinya pada kesehatan masyarakat menyoroti komitmen para profesional medis dalam mengatasi dan mengurangi dampak epidemi. Novel ini menunjukkan upaya berkelanjutan untuk memahami dan memerangi penyakit, menggarisbawahi pentingnya keahlian medis dan kemajuan ilmiah dalam melindungi masyarakat dari dampak buruk penyakit menular.)

 

CONCLUSION

Love in the Time of Cholera is a captivating novel that skillfully weaves together themes of love, disease, and mortality. Gabriel García Márquez's captivating storytelling and expressive writing style transport readers into a world that immerses them in the complexities of human relationships. Although the novel has its strengths and weaknesses, such as its leisurely pace and morally ambiguous characters, it delivers powerful messages to the readers. It reminds us of the enduring strength of love, the delicate nature of life, and the importance of seizing opportunities for happiness. By exploring hygiene, health, and medical themes, the book emphasizes the importance of proper sanitation, personal hygiene, and advancements in medical knowledge for the well-being of society. In the end, Love in the Time of Cholera leaves readers with a deep appreciation for the beauty and intricacy of human connections, as well as the transformative power of love in navigating the uncertainties of life.

(Love in the Time of Cholera adalah novel menawan yang merangkai tema cinta, penyakit, dan kefanaan. Gaya penceritaan Gabriel García Márquez yang menarik dan gaya penulisan ekspresif membawa pembaca ke dunia yang membenamkan mereka dalam kompleksitas hubungan manusia. Meskipun novel ini memiliki kelebihan dan kekurangannya, seperti pacing yang lambat dan karakter yang ambigu secara moral, novel ini menyampaikan pesan yang kuat kepada pembacanya. Buku ini mengingatkan kita pada kekuatan cinta yang abadi, sifat kehidupan yang rapuh, dan pentingnya memanfaatkan peluang untuk kebahagiaan. Dengan mengeksplorasi tema kebersihan, kesehatan, dan medis, buku ini menekankan pentingnya sanitasi yang layak, kebersihan pribadi, dan kemajuan pengetahuan medis untuk kesejahteraan masyarakat. Pada akhirnya, Love in the Time of Cholera meninggalkan apresiasi yang mendalam bagi pembaca atas keindahan dan kerumitan hubungan antarmanusia, serta kekuatan transformatif cinta dalam mengarungi ketidakpastian hidup.)

0 Comments

don't use this comment form, use the embedded disqus comment section. No spam!

Note: only a member of this blog may post a comment.