June Hayward is a writer who wants to be famous amd gain recognition for her writing. But then, her friend Athena Liu, who's also a writer, accidentally dies. June sees this as her chance. She decides to take Athena's latest draft, a book about Chinese workers in World War I, as her own work. She even changes her name to Juniper Song and puts out a picture of herself that makes it seem like she's from a mix of different backgrounds. The book gets popular and ends up being a bestseller, even making it to the top of the New York Times list.
(June Hayward adalah seorang penulis yang ingin menjadi terkenal dan mendapatkan pengakuan atas tulisannya. Namun kemudian, temannya Athena Liu, yang juga seorang penulis, meninggal secara tidak sengaja. June melihat ini sebagai kesempatannya. Dia memutuskan untuk mengambil draf terbaru Athena, sebuah buku tentang pekerja Tiongkok di Perang Dunia I, sebagai karyanya sendiri. Dia bahkan mengganti namanya menjadi Juniper Song dan memasang foto dirinya yang membuatnya tampak seperti berasal dari latar belakang yang berbeda. Buku tersebut semakin populer dan akhirnya menjadi buku terlaris, bahkan menduduki peringkat teratas daftar New York Times.)
BOOK INFORMATION
Read : January 8-10, 2023
Edisi terjemahan Indonesia bisa dibeli di Gramedia Official Store (recommended beli yang ini karena covernya lebih cantik dan sekarang lagi diskon)
BOOK REVIEW
Yellowface is told through June's perspective, diving deep into her thoughts and showing why she does what she does. June is determined to be successful, always coming up with plans, and relied heavily on Twitter, which shows how much pressure authors deal with to get famous, sometimes doing questionable things.
The book talks about diversity, racism, and cultural appropriation. Kuang gets into the whole moral side of what June does, making us wonder how far people can go using their creativity and what they should think about when they're telling stories from other cultures. Through June's story, the author digs into complexities of identity and the harmful effects of appropriation, all while shining a light on how the publishing industry works.
Yellowface gets into the impacts of social media through June's obsession with Twitter. R.F. Kuang explores the unpredictable nature of online platforms, where public opinion can make or break reputations. The book makes you think about how much social media plays into an author's success and how it can spread stereotypes and influence how people see different cultures.
June uses social media to boost herself up and get validation, showing the influence of social media in today's society. We all know what it's like to feel the pressure of keeping up our online presence, gaining followers, and wanting people to recognize our work. The book makes us think about how being online affects who we are, how we feel about ourselves, and how it can spread misinformation and stereotypes.
Kuang shows how easy it is to get sucked into social media, always wanting more likes, retweets, and followers. June's always on Twitter, getting both praise and hate, and it totally shapes what she does. Yellowface also shows how social media can spread false information like wildfire. People start making up stories about June and her book, and before you know it, everyone's talking about it online. The book makes you realize how fast unchecked information can be accepted as fact and how it can impact someone's reputation.
Yellowface also looks at the phenomenon of cancel culture. June gets a taste of this when people online start hating on her for things she's done wrong. The book shows how fast things can blow up online and how it can ruin your life and career.
It also dives into how social media can trick you into thinking you're part of something, even when you're not. June's got friends and enemies online, but it's not always real. The book shows how social media can make you feel alone, even when you're surrounded by people, because everyone's just showing the best parts of themselves.
If you're into writing, June's story in this book might feel relatable. She's just like many authors out there, wanting recognition and dealing with competition in the publishing world. You'll feel for her as she struggles with self-doubt and tough choices, showing how hard it can be to break into the industry.
Yellowface also gives us a peek into how the publishing world works. June's journey shows the power plays, the pressure to sell, and the complexities of the publishing industry, including the challenges of finding a publisher, making compromises to fit market trends, and navigating issues of representation and authenticity. If you're interested in writing, this novel gives you a real look at what it's like behind the scenes.
Yellowface dives deep into cultural appropriation, where R.F. Kuang talks about how authors sometimes take stories from marginalized groups. It makes you think about who should really be telling these stories and what it means for the publishing world. The book pushes us to think about how important it is to have all kinds of voices in literature and who gets to decide who tells what story.
The book also gets us thinking about the balance in publishing. It highlights the prioritizing diverse voices, at the same time, it asks if that means pushing aside white authors. Achieving true diversity means providing a platform for all voices, including those of white authors with unique stories to share. Yellowface really makes you think about how to find a balance that ensures equal opportunities for all authors, regardless of their background.
(Yellowface diceritakan melalui sudut pandang June, mendalami pikirannya dan menunjukkan mengapa dia melakukan apa yang dia lakukan. June bertekad untuk sukses, selalu membuat rencana, dan sangat bergantung pada Twitter, yang menunjukkan seberapa besar tekanan yang dihadapi penulis untuk menjadi terkenal, yang terkadang melakukan hal-hal yang meragukan.
Buku ini berbicara tentang keberagaman, rasisme, dan perampasan budaya. Kuang mendalami keseluruhan sisi moral dari apa yang dilakukan June, yang membuat kita bertanya-tanya seberapa jauh orang-orang dapat menggunakan kreativitas mereka dan apa yang harus mereka pikirkan ketika menceritakan kisah dari budaya lain. Melalui kisah June, penulis menggali kompleksitas identitas dan dampak buruk dari apropriasi, sambil menyoroti cara kerja industri penerbitan.
Yellowface mendalami dampak media sosial melalui obsesi June terhadap Twitter. R.F. Kuang mengeksplorasi sifat platform online yang tidak dapat diprediksi, di mana opini publik dapat menentukan atau menghancurkan reputasi. Buku ini membuat kita berpikir tentang seberapa besar peran media sosial dalam kesuksesan seorang penulis dan bagaimana media sosial dapat menyebarkan stereotip dan memengaruhi cara orang melihat budaya yang berbeda.
June menggunakan media sosial untuk mempromosikan dirinya dan mendapatkan validasi, yang menunjukkan pengaruh media sosial dalam masyarakat saat ini. Kita semua tahu bagaimana rasanya merasakan tekanan untuk mempertahankan eksistensi online kita, mendapatkan pengikut, dan ingin orang-orang mengenali karya kita. Buku ini membuat kita berpikir tentang bagaimana dunia online mempengaruhi siapa kita, bagaimana perasaan kita terhadap diri kita sendiri, dan bagaimana ini dapat menyebarkan informasi yang salah dan stereotip.
Kuang menunjukkan betapa mudahnya tersedot ke dalam media sosial, selalu menginginkan lebih banyak like, retweet, dan pengikut. June selalu ada di Twitter, mendapat pujian dan kebencian, dan itu sangat menentukan apa yang dia lakukan. Yellowface juga menunjukkan bagaimana media sosial dapat menyebarkan informasi palsu bagai api yang membakar. Orang-orang mulai mengarang cerita tentang June dan bukunya, dan sebelum kita menyadarinya, semua orang membicarakannya secara online. Buku ini menyadarkan kita betapa cepatnya informasi yang tidak diketahui kebenarannya dapat diterima sebagai fakta dan bagaimana hal itu dapat berdampak pada reputasi seseorang.
Yellowface juga mencermati fenomena cancel culture. June merasakan hal ini ketika orang-orang di dunia Maya mulai membencinya karena kesalahan yang dia lakukan. Buku ini menunjukkan betapa cepatnya hal-hal berkembang secara online dan bagaimana hal itu dapat menghancurkan hidup dan karier.
Buki ini juga menyelami bagaimana media sosial dapat menipu kita agar berpikir bahwa kita adalah bagian dari sesuatu, padahal sebenarnya bukan. June punya teman dan musuh online, tapi itu tidak selalu nyata. Buku ini menunjukkan bagaimana media sosial dapat membuat kita merasa sendirian, bahkan ketika dikelilingi oleh banyak orang, karena semua orang hanya menunjukkan sisi terbaik dari dirinya.
Jika kamu suka menulis, cerita June dalam buku ini mungkin terasa menarik. Dia sama seperti banyak penulis di luar sana, menginginkan pengakuan dan menghadapi persaingan di dunia penerbitan. Kita akan merasakan perasaannya saat dia berjuang dengan keraguan diri dan pilihan sulit, yang menunjukkan betapa sulitnya untuk masuk ke industri ini.
Yellowface juga memberi kita gambaran tentang cara kerja dunia penerbitan. Perjalanan June menunjukkan permainan kekuasaan, tekanan untuk menjual, dan kompleksitas industri penerbitan, termasuk tantangan dalam menemukan penerbit, membuat kompromi agar sesuai dengan tren pasar, dan mengatasi masalah representasi dan keaslian. Jika kamu tertarik untuk menulis, novel ini memberi gambaran nyata tentang apa yang ada di balik layar.
Yellowface mendalami perampasan budaya, di mana R.F. Kuang bercerita tentang bagaimana penulis terkadang mengambil cerita dari kelompok marginal. Hal ini membuat kita berpikir tentang siapa yang seharusnya menceritakan kisah-kisah ini dan apa artinya bagi dunia penerbitan. Buku ini mendorong kita untuk memikirkan betapa pentingnya memiliki semua jenis suara dalam sastra dan siapa yang berhak memutuskan siapa yang menceritakan cerita apa.
Buku ini juga membuat kita berpikir tentang keseimbangan dalam penerbitan. Buku ini menyoroti suara-suara yang memprioritaskan keberagaman, dan pada saat yang sama mempertanyakan apakah hal ini berarti mengesampingkan penulis kulit putih. Mencapai keberagaman sejati berarti menyediakan platform bagi semua suara, termasuk para penulis kulit putih yang memiliki cerita unik untuk dibagikan. Yellowface benar-benar membuat kita berpikir tentang bagaimana menemukan keseimbangan yang menjamin kesempatan yang sama bagi semua penulis, terlepas dari latar belakang mereka.)
THINGS I LOVE
■ One of the things I love about Yellowface is how R.F. Kuang tells the story. It's like you're absorbed right into it, with surprises at every turn. I couldn't stop reading because Kuang's writing is just so clever and immersive.
■ Yellowface really makes you think about some important topics such as ambition, cultural appropriation, and racism. Reading it made me stop and think about what I believe in and how I see the world, making me understand these complex topics better.
■ The characters in Yellowface are incredibly well-developed and relatable, with all their good and bad sides. June Hayward, the main character, felt like someone I could relate to. I understood why she did what she did, even if it wasn't always right. It made me think about how far we'll go for success and the ethical boundaries we face.
■ Yellowface isn't afraid to provide social commentary about what's going on today. It calls out the dark side of the publishing industry, cultural appropriation, and how power works in society. Reading it got me thinking about why representation matters and what real diversity looks like.
■ I love how Yellowface mixed satire with dark humor. R.F. Kuang nailed it with the balance between thought-provoking themes and moments of laughter.
(■ Salah satu hal yang aku sukai tentang Yellowface adalah cara R.F. Kuang menceritakan kisahnya. Rasanya kita seperti langsung terserap ke dalamnya, dengan kejutan di setiap bagian. Aku tidak bisa berhenti membaca karena tulisan Kuang sangat cerdas dan imersif.
■ Yellowface benar-benar membuat kita memikirkan beberapa topik penting seperti ambisi, perampasan budaya, dan rasisme. Membacanya membuat aku berhenti dan berpikir tentang apa yang aku yakini dan bagaimana aku memandang dunia, yang membuat aku memahami topik-topik kompleks ini dengan lebih baik.
■ Karakter dalam Yellowface berkembang dengan sangat baik dan dapat dipahami, dengan segala sisi baik dan buruknya. June Hayward, karakter utamanya, terasa seperti seseorang yang bisa relate dengan aku. Aku mengerti mengapa dia melakukan apa yang dia lakukan, meskipun itu tidak selalu benar. Hal ini membuat aku berpikir tentang seberapa jauh kita akan melakukan sesuatu untuk mencapai kesuksesan dan batasan etika yang kita hadapi.
■ Yellowface tidak takut untuk memberikan komentar sosial tentang apa yang terjadi saat ini. Buku ini menyoroti sisi gelap industri penerbitan, perampasan budaya, dan bagaimana kekuasaan bekerja di masyarakat. Membacanya membuat aku berpikir tentang mengapa representasi itu penting dan seperti apa keberagaman yang sebenarnya.
■ Aku suka bagaimana Yellowface memadukan sindiran dengan humor gelap. R.F. Kuang berhasil menciptakan keseimbangan antara tema yang menggugah pikiran dan momen yang mengundang tawa.)
CONCLUSION
Yellowface by R.F. Kuang is a book that makes you think about ambition, cultural appropriation, diversity and how the publishing world works. It's got humor, well-developed characters, and introspective reading experience. Through June Hayward's story, the book gets into the unpredictable nature of online platforms and the pressures faced by authors. It makes you think about who gets to decide what gets published, how certain voices get left out, and the ethical boundaries that come with pursuing ambition and success. In the end, Yellowface makes you think about why stories matter, who gets to tell them, and why it's important to be kind, both in literary world and in society.
(Yellowface oleh R.F. Kuang adalah buku yang membuat kita berpikir tentang ambisi, perampasan budaya, keragaman, dan cara kerja dunia penerbitan. Buku ini menyajikan humor, karakter yang berkembang dengan baik, dan pengalaman membaca introspektif. Melalui kisah June Hayward, buku ini membahas sifat platform online yang tidak dapat diprediksi dan tekanan yang dihadapi oleh penulis. Hal ini membuat kita berpikir tentang siapa yang berhak memutuskan apa yang akan dipublikasikan, bagaimana suara-suara tertentu diabaikan, dan batasan etika yang muncul dalam mengejar ambisi dan kesuksesan. Pada akhirnya, Yellowface membuat kita berpikir tentang mengapa cerita itu penting, siapa yang berhak menceritakannya, dan mengapa penting untuk bersikap baik, baik di dunia sastra maupun di masyarakat.)
0 Comments
don't use this comment form, use the embedded disqus comment section. No spam!
Note: only a member of this blog may post a comment.