Howl's Moving Castle by Diana Wynne Jones | Book Review

 



Howl's Moving Castle by Diana Wynne Jones tells the story of Sophie Hatter, the oldest of three sisters, who believes her life will be boring and unremarkable. But everything changes when she meets the Witch of the Waste, who curses her and turns her into an old woman. Determined to break the curse, Sophie sets out on an adventure that leads her to Howl, a mysterious and dramatic wizard with a magical moving castle. Howl is known for being a cold-hearted and a powerful sorcerer, but as Sophie gets to know him, she realizes there's more to him than his reputation. As Sophie works in Howl's castle, she goes through a big change, turning from a shy young woman into a bold and confident elderly lady.

(Howl's Moving Castle oleh Diana Wynne Jones menceritakan kisah Sophie Hatter, anak tertua dari tiga bersaudara, yang percaya bahwa hidupnya akan membosankan dan biasa-biasa saja. Namun, semuanya berubah saat ia bertemu dengan Witch of the Waste, yang mengutuknya dan mengubahnya menjadi wanita tua. Bertekad untuk mematahkan kutukan itu, Sophie memulai petualangan yang membawanya pada Howl, seorang penyihir misterius dan dramatis dengan kastil ajaib yang bisa bergerak. Howl dikenal sebagai penyihir yang berhati dingin dan kuat, tetapi saat Sophie mulai mengenalnya, ia menyadari bahwa ada sesuatu yang lebih dari sekadar reputasinya. Saat Sophie bekerja di kastil Howl, ia mengalami perubahan besar, berubah dari seorang wanita muda yang pemalu menjadi wanita tua yang berani dan percaya diri.)


BOOK INFORMATION

Title                       : Howl's Moving Castle 

Series                    : Howl's Moving Castle #1

Author                  : Diana Wynne Jones

Publisher             : Greenwillow Books 

Language             : English 

Length                  : 308 pages

Released               : September 25, 2012

Read                     : April 1 - 9, 2022

GR Rating            : 4.29

My rating            : 4.50


BOOK REVIEW

This book uses Sophie’s transformation to show that confidence and inner strength often come from how we see ourselves rather than how others see us. When Sophie is a young woman, she feels stuck in societal expectations by thinking she’s "just the eldest" and unworthy of adventure or greatness. But when she’s cursed into becoming an old woman, she no longer feels bound by these expectations. She’s free to act without worrying about how others perceive her because, in her mind, she’s no longer judged by her youth or beauty.

Sophie’s journey shows that age, appearance, or societal roles don’t define a person’s worth or potential. By stepping into a new role as an elderly woman, she discovers her inner strength, challenges norms, and embraces her full capabilities. It’s a reminder that we often limit ourselves because of how we think the world sees us, but real growth happens when we focus on who we truly are.

This book also explores how people’s personalities can be full of contradictions, and it blurs the line between good and bad. Many characters, especially Howl, hide their true feelings or motives behind a mask. Howl is a great example of this. On one hand, he’s dramatic, selfish, and a bit of a heartbreaker. But on the other, he’s caring, selfless, and ultimately a hero. This makes the characters in the book feel real and complex, and it shows that people can’t always be neatly categorized as “good” or “bad.”

Calcifer, the fire demon who powers Howl’s moving castle, also deals with questions about who he really is. He’s stuck in a contract that ties him to the castle, and all he wants is freedom. As the story goes on, he becomes closer to Sophie and Howl, and we learn more about his true nature. Calcifer’s role in the magic of the castle is key to the story, and his character shows that people have hidden layers, and there's often more to someone than what you see on the surface.

Usually, coming-of-age stories focus on young characters, but Howl’s Moving Castle challenges that idea. Sophie, even though she’s cursed to look like an old woman, still goes through a huge personal transformation. She learns a lot about herself, gains confidence, and grows stronger. This shows that it’s never too late to discover your true potential, and that learning doesn’t have an age limit.

(Buku ini menggunakan transformasi Sophie untuk menunjukkan bahwa kepercayaan diri dan kekuatan diri sering kali datang dari cara kita memandang diri sendiri, bukan dari cara orang lain memandang kita. Ketika Sophie masih menjadi sosok yang muda, ia merasa terjebak dalam ekspektasi masyarakat dengan berpikir bahwa ia "hanyalah anak yang tertua" dan tidak layak untuk berpetualang atau menjadi hebat. Namun, ketika ia dikutuk menjadi wanita tua, ia tidak lagi merasa terikat oleh ekspektasi tersebut. Ia bebas bertindak tanpa perlu khawatir tentang bagaimana orang lain memandangnya karena, dalam benaknya, ia tidak lagi dinilai dari kemudaan atau kecantikannya.

Perjalanan Sophie menunjukkan bahwa usia, penampilan, atau peran sosial tidak menentukan nilai atau potensi seseorang. Dengan melangkah ke peran baru sebagai wanita tua, ia menemukan kekuatan dirinya, menantang norma masyarakat, dan menerima semua kemampuannya. Ini adalah pengingat bahwa kita sering kali membatasi diri karena cara kita berpikir dunia memandang kita, tetapi pengembangan diri yang sebenarnya terjadi ketika kita berfokus pada siapa diri kita.

Buku ini juga mengeksplorasi bagaimana kepribadian orang dapat penuh dengan kontradiksi, dan mengaburkan batas antara baik dan buruk. Banyak tokoh, terutama Howl, menyembunyikan perasaan atau motif mereka yang sebenarnya di balik topeng. Howl adalah contoh yang bagus untuk hal ini. Di satu sisi, dia dramatis, egois, dan sedikit memilukan. Namun di sisi lain, dia peduli, tidak egois, dan pada akhirnya menjadi pahlawan. Hal ini membuat tokoh-tokoh dalam buku ini terasa nyata dan kompleks, dan menunjukkan bahwa orang tidak selalu dapat dikategorikan dengan jelas sebagai "baik" atau "jahat." 

Calcifer, iblis api yang memberi kekuatan pada kastil Howl yang bergerak, juga menghadapi pertanyaan tentang siapa dia sebenarnya. Dia terjebak dalam kontrak yang mengikatnya ke kastil, dan yang dia inginkan hanyalah kebebasan. Seiring berjalannya cerita, dia menjadi lebih dekat dengan Sophie dan Howl, dan kita belajar lebih banyak tentang sifat aslinya. Peran Calcifer dalam keajaiban kastil adalah kunci cerita, dan karakternya menunjukkan bahwa orang memiliki lapisan tersembunyi, dan sering kali ada lebih banyak hal pada seseorang daripada apa yang kita lihat di permukaan. 

Biasanya, cerita tentang coming of age berfokus pada tokoh-tokoh muda, tetapi Howl's Moving Castle menantang gagasan tersebut. Sophie, meskipun dikutuk agar terlihat seperti wanita tua, tetap mengalami transformasi diri yang besar. Ia belajar banyak tentang dirinya sendiri, memperoleh kepercayaan diri, dan tumbuh lebih kuat. Ini menunjukkan bahwa tidak ada kata terlambat untuk menemukan potensi diri yang sebenarnya, dan bahwa belajar tidak memiliki batasan usia.)


THE FAVORITES

■One of the things I love most about Howl's Moving Castle is how real the characters feel. Sophie, Howl, and even Calcifer aren’t just typical heroes or villains. Sophie starts off as a shy young woman but grows into a confident, outspoken figure after being cursed. Howl is a dramatic wizard who hides his kindness behind a flashy, heartless persona. Even Calcifer, the fire demon, evolves as the story progresses. 

■Another thing that stands out is the unique magic and world-building. The moving castle itself is so imaginative, a magical, living home that roams the countryside. There’s also the idea of magical contracts, like the one binding Calcifer to the castle, which adds mystery to the story. Little details, like magical ailments and their quirky cures, make the world feel both enchanting and believable.

■What’s really cool about this book is how it mixes the magical with the everyday. Sure, there’s a castle powered by a fire demon and wizards casting spells, but the characters still deal with relatable issues like messy relationships, insecurities, and figuring out who they are. This balance between the extraordinary and the ordinary makes the world feel so much more real and meaningful.  

■Sophie’s character is also a standout when it comes to defying traditional gender roles. At first, she seems stuck in a conventional role, working quietly in her family’s hat shop. But after she’s cursed to become an old woman, she refuses to let that stop her. She sets out on her own, finds a new kind of independence, and doesn’t hold back her thoughts or actions. She challenges Howl’s dramatic antics, speaks her mind, and proves that strength isn’t tied to beauty or youth. Sophie’s story is a reminder that you can grow and find your voice at any age, and that you don’t have to fit into anyone’s expectations.  

■I also love how the book don't follow fairy tale and fantasy tropes. Sophie isn’t a chosen one with magical powers, she’s an ordinary girl thrown into extraordinary circumstances. Her adventure isn’t about saving the world, but it’s about breaking her own curse. Unlike traditional heroes who dive into quests, Sophie starts reluctantly and just wants to solve her own problem. The book also avoids the usual good-versus-evil storyline. Characters like the Witch of the Waste aren’t entirely bad, and even Howl has a mix of flaws and virtues. Instead of relying on a mentor or some magical intervention, the characters grow and solve their problems themselves, making the story feel fresh and empowering.  

(■Salah satu hal yang paling aku sukai dari Howl's Moving Castle adalah betapa karakter-karakternya terasa nyata. Sophie, Howl, dan bahkan Calcifer bukan sekadar pahlawan atau penjahat biasa. Sophie awalnya adalah seorang wanita muda yang pemalu, tetapi tumbuh menjadi sosok yang percaya diri dan blak-blakan setelah dikutuk. Howl adalah penyihir dramatis yang menyembunyikan kebaikannya di balik kepribadian yang mencolok dan tidak berperasaan. Bahkan Calcifer, iblis api, berevolusi seiring berjalannya cerita.

■Hal lain yang menonjol adalah sihir dan dunia yang unik. Kastil yang bergerak itu sendiri sangat imajinatif, sebuah rumah ajaib yang hidup yang menjelajahi pedesaan. Ada juga konsep tentang kontrak ajaib, seperti yang mengikat Calcifer ke kastil, yang menambah aspek misteri pada cerita. Detail-detail kecil, seperti penyakit ajaib dan pengobatannya yang unik, membuat dunia buku ini terasa ajaib dan meyakinkan.

■Yang benar-benar keren tentang buku ini adalah bagaimana ia memadukan keajaiban dengan kehidupan sehari-hari. Tentu, ada kastil yang ditenagai oleh iblis api dan penyihir yang merapal mantra, tetapi karakter-karakternya masih menghadapi masalah-masalah yang relevan seperti hubungan yang berantakan, rasa tidak aman, dan mencari tahu siapa mereka. Keseimbangan antara yang luar biasa dan yang biasa ini membuat dunia dalam cerita terasa jauh lebih nyata dan bermakna.

■Karakter Sophie juga menonjol dalam hal menentang peran gender tradisional. Awalnya, dia tampak terjebak dalam peran konvensional, bekerja di toko topi milik keluarganya. Namun setelah dia dikutuk menjadi wanita tua, dia menolak untuk membiarkan hal itu menghentikannya. Dia berangkat sendiri, menemukan bentuk kebebasan baru, dan tidak menekan pikiran atau tindakannya. Dia menantang sikap Howl yang dramatis, mengungkapkan pikirannya, dan membuktikan bahwa kekuatan tidak terikat pada kecantikan atau kemudaan. Kisah Sophie adalah pengingat bahwa kita dapat tumbuh dan menemukan suara kita di usia berapa pun, dan bahwa kita tidak harus memenuhi ekspektasi siapa pun.

■Aku juga menyukai bagaimana buku ini tidak mengikuti trope kisah dongeng dan fantasi. Sophie bukanlah the chosen one yang memiliki kekuatan magis, dia adalah gadis biasa yang terjebak dalam situasi yang luar biasa. Petualangannya bukan tentang menyelamatkan dunia, tetapi tentang mematahkan kutukannya sendiri. Tidak seperti pahlawan tradisional yang terjun ke dalam petualangan, Sophie memulai dengan enggan dan hanya ingin memecahkan masalahnya sendiri. Buku ini juga menghindari alur cerita yang biasa tentang kebaikan dan kejahatan. Tokoh-tokoh seperti Witch of the Waste tidak sepenuhnya jahat, dan bahkan Howl memiliki kekurangan dan kelebihan. Alih-alih bergantung pada mentor atau campur tangan magis, para tokoh tumbuh dan memecahkan masalah mereka sendiri, yang membuat cerita terasa segar dan memberdayakan.)


CONCLUSION

Howl's Moving Castle blends a magical world with unforgettable characters. This book explores themes like identity and challenging traditional fantasy tropes, especially through Sophie Hatter’s growth as a character. The story is filled with unique magical details, like the moving castle, magical contracts, and Calcifer the fire demon, which make the world feel so imaginative and alive. What I love most is how the book makes you think about how appearances can encourage you to break free from societal expectations, and shows that magic can be found in even the most ordinary moments.

(Howl's Moving Castle memadukan dunia magis dengan karakter-karakter yang tak terlupakan. Buku ini mengeksplorasi tema-tema seperti identitas dan menantang trope fantasi tradisional, khususnya melalui perkembangan Sophie Hatter sebagai karakter. Ceritanya dipenuhi dengan detail magis yang unik, seperti kastil yang bergerak, kontrak-kontrak magis, dan Calcifer sang iblis api, yang membuat dunia terasa begitu imajinatif dan hidup. Yang paling aku sukai adalah bagaimana buku ini membuat kita berpikir tentang bagaimana penampilan dapat mendorong kita untuk terbebas dari ekspektasi masyarakat, dan menunjukkan bahwa keajaiban dapat ditemukan bahkan pada momen-momen yang paling biasa.)

0 Comments

don't use this comment form, use the embedded disqus comment section. No spam!

Note: only a member of this blog may post a comment.