Babel, Or the Necessity of Violence: An Arcane History of the Oxford Translators' Revolution by R. F. Kuang | Book Review
"This is how colonialism works. It convinces us that the fallout from resistance is entirely our fault, that the immoral choice is resistance itself rather than the circumstances that demanded it."
Finishing my second read of this book gives me new layers and fresh insights, prompting this revised and more organized review. Babel, Or the Necessity of Violence is a dark academia fantasy novel that puts together themes of language, colonialism, and power. The story centers around Robin Swift's journey as he navigates the world of Babel, a prestigious academy with a distinctive magic system involving silver bars and the translation of words.
(Membaca ulang buku ini memberi aku pemahaman baru dan wawasan yang segar, sehingga terciptalah review buku yang lebih terorganisir ini. Babel, Or the Necessity of Violence adalah novel fantasi dark academia yang menyatukan tema-tema bahasa, kolonialisme, dan kekuasaan. Kisah ini berfokus pada perjalanan Robin Swift saat ia menjelajahi Babel, sebuah akademi bergengsi dengan magic system yang khas yang melibatkan silver bar dan terjemahan kata-kata.)
"Translation means doing violence upon the original, means warping and distorting it for foreign, unintended eyes. So then where does that leave us? How can we conclude, except by acknowledging that an act of translation is then necessarily always an act of betrayal?"
BOOK REVIEW
Babel: Or the Necessity of Violence by R.F. Kuang is a book that plunges readers into the rich world of language and linguistics. Through interesting discussions, thought-provoking lectures, and a unique magical system, the novel unveils the multifaceted nature of language which serves as both a tool of oppression and a source of resistance. The story mirrors real-world impacts, especially how language shapes societal structures.
In its critique of colonialism and imperialism, Babel exposes readers to the harsh realities of historical events, racism, and oppressive systems. The novel shows the exploitative nature of colonialism, illustrating how imperial powers exploit resources, cultures, and people for their gain. Language becomes a weapon, a means through which dominance is established and oppressive systems are perpetuated. Set within the academic confines of Babel, the book critiques power dynamics in educational institutions, revealing how colonial ideologies infiltrate academia, shape curricula, and influence perceptions of linguistic and cultural superiority.
As a dark academia novel, Babel explores themes of privilege, power dynamics, and the complexities within academic institutions. The story brings an exploration of character relationships within the prestigious translation school.
The emotional impact of societal injustices takes center stage in the novel. It fearlessly portrays the anger, frustration, and vulnerability experienced by individuals confronting systemic challenges, including racism, sexism, and oppression. Characters face the multifaceted aspects of their identity, and the ways these dimensions intersect and influence their experiences.
In examining the intersection of gender with race and class, Babel provides insights into intersectional feminism. The story challenges traditional feminist perspectives by acknowledging that women's experiences are shaped by the intersections of race, class, and other identities.
In this novel, language, race, gender, and class show how they intersect to form complex webs of privilege and oppression. The story provides an understanding of how linguistic privilege operates within broader dynamics, revealing the complexities faced by characters with knowledge of non-Western/non-European languages.
Within the intersectionality of themes, the novel sheds light on the role of translators as pivotal figures in perpetuating or challenging imperialistic narratives. It delves into how translators navigate the complexities of language to either reinforce or resist the structures of empire, and the connection between language and power.
A distinctive aspect of the book is its introduction of a unique and creative magic system related to language and translation. The magical system revolves around the concept of "match-pair" words engraved on silver bars. The novel connects language skills, especially proficiency in non-Western and non-European languages, to the acquisition of magical power. The scarcer the language skills, the more potent the magical abilities. This dynamic amplifies the significance of linguistic diversity within the magical academic institution of Babel.
The exploration of relationships among the characters, particularly within the friend group, is a poignant aspect of the novel. Themes of friendship, loyalty, and the complexities of betrayal unfold as characters grapple with ethical dilemmas and complicity within systems of power. The intersectionality lens prompts readers to reflect on how individuals may be complicit in perpetuating oppressive structures or, conversely, engage in resistance against intersecting forms of oppression.
(Babel, Or the Necessity of Violence oleh R.F. Kuang adalah buku yang membawa pembacanya ke dalam dunia bahasa dan linguistik yang kaya. Melalui diskusi yang menarik, kuliah yang menggugah pikiran, dan magic system yang unik, novel ini mengungkap sifat bahasa yang beraneka segi yang berfungsi sebagai alat penindasan sekaligus sumber perlawanan. Kisah ini mencerminkan dunia nyata, terutama bagaimana bahasa membentuk struktur masyarakat.
Dalam kritiknya terhadap kolonialisme dan imperialisme, Babel memaparkan pembacanya pada kenyataan pahit peristiwa sejarah, rasisme, dan sistem penindasan. Novel ini menunjukkan sifat kolonialisme yang eksploitatif, yang menggambarkan bagaimana kekuatan imperial mengeksploitasi sumber daya, budaya, dan masyarakat demi keuntungan mereka. Bahasa menjadi senjata, sarana untuk membangun dominasi dan melanggengkan sistem yang menindas. Berlatar belakang akademis Babel, buku ini mengkritik dinamika kekuasaan di institusi pendidikan, mengungkap bagaimana ideologi kolonial menyusup ke dunia akademis, membentuk kurikulum, dan memengaruhi persepsi superioritas linguistik dan budaya.
Sebagai novel dark academia, Babel mengeksplorasi tema-tema hak istimewa, dinamika kekuasaan, dan kompleksitas dalam institusi akademis. Ceritanya mengeksplorasi hubungan para karakter dalam sekolah penerjemahan bergengsi.
Dampak emosional dari ketidakadilan sosial menjadi pusat perhatian dalam novel ini. Buku ini tanpa rasa takut menggambarkan kemarahan, frustrasi, dan kerentanan yang dialami oleh individu yang menghadapi tantangan sistemik, termasuk rasisme, seksisme, dan penindasan. Karakter menghadapi berbagai aspek identitas mereka, dan cara dimensi-dimensi ini berpotongan dan mempengaruhi pengalaman mereka.
Dalam mengkaji persinggungan gender dengan ras dan kelas, Babel memberikan wawasan tentang feminisme interseksional. Kisah ini menantang perspektif feminis tradisional dengan mengakui bahwa pengalaman perempuan dibentuk oleh persinggungan ras, kelas, dan identitas lainnya.
Dalam novel ini, bahasa, ras, gender, dan kelas menunjukkan bagaimana mereka saling bersinggungan membentuk jaringan hak istimewa dan penindasan yang kompleks. Cerita ini memberikan pemahaman tentang bagaimana hak istimewa linguistik beroperasi dalam dinamika yang lebih luas, yang mengungkap kompleksitas yang dihadapi oleh karakter yang memiliki pengetahuan bahasa non-Barat/non-Eropa.
Dalam tema-tema yang bersifat interseksionalitas, novel ini menyoroti peran penerjemah sebagai tokoh penting dalam melanggengkan atau menantang narasi imperialistik. Buku ini menyelidiki bagaimana para penerjemah menavigasi kompleksitas bahasa untuk memperkuat atau menolak struktur kerajaan, dan hubungan antara bahasa dan kekuasaan.
Aspek khas dari buku ini adalah pengenalan magic system yang unik dan kreatif terkait dengan bahasa dan terjemahan. Magic system ini berfokus pada konsep "match-pair" yang terukir pada batangan perak. Novel ini menghubungkan keterampilan berbahasa, terutama kemahiran dalam bahasa non-Barat dan non-Eropa, dengan perolehan kekuatan magis. Semakin sedikit yang memiliki kemampuan bahasanya, semakin kuat pula kemampuan magisnya. Dinamika ini memperkuat pentingnya keragaman linguistik dalam institusi akademis magis Babel.
Eksplorasi hubungan antar tokoh, khususnya dalam kelompok pertemanan, merupakan aspek yang mengharukan dalam novel ini. Tema persahabatan, kesetiaan, dan kerumitan pengkhianatan terungkap saat karakter bergulat dengan dilema etika dan keterlibatan dalam sistem kekuasaan. Lensa interseksionalitas mendorong pembaca untuk merenungkan bagaimana individu mungkin terlibat dalam melanggengkan struktur yang menindas atau, sebaliknya, terlibat dalam perlawanan terhadap bentuk-bentuk penindasan yang saling bersilangan.)
"So, you see, translators do not so much deliver a message as the rewrite the original. And herein lies the difficulty - rewriting is still writing, and writing always reflects the authors ideology and biases."
THE STRENGTHS
■In-depth exploration of language and linguistics: The novel dives deep into the world of language and linguistics, providing readers with insights into the power and complexities of language. Through discussions, lectures, and the magical system, it explores language as a multifaceted force, acting both as a tool of oppression and a source of resistance.
■Critique of colonialism and imperialism: The book offers a compelling critique of colonialism and imperialism, exposing the harsh realities of historical events, racism, and oppressive systems. It delves into how colonial powers exploit resources, cultures, and people for their gain, using language as a means to establish dominance and perpetuate systems of oppression.
■Dark academia themes: Positioned within the dark academia genre, the novel navigates complex themes such as privilege, power dynamics, and the intricacies of academic institutions. It provides an exploration of the relationships between characters within the context of a prestigious translation school.
■Emotional impact of societal injustices: The narrative doesn't shy away from portraying the emotional impact of societal injustices, including racism, sexism, and oppression. It vividly explores the anger, frustration, and vulnerability experienced by individuals facing systemic challenges.
■Intersectionality of themes: The novel excels in highlighting the intersectionality of power structures, showcasing how language, race, gender, and class intersect to create complex webs of privilege and oppression. It addresses the unique struggles faced by individuals at the intersections of multiple marginalized identities.
■Creative magic system tied to language: One of the novel's unique strengths is its introduction of a creative magic system tied to language and translation.
■Compelling exploration of relationships: The exploration of relationships among characters, themes of friendship, loyalty, betrayal, and ethical dilemmas are portrayed with complexity.
■Seamless integration of themes: Despite being theme-heavy, the plot doesn't overshadow character development, and the exploration of themes doesn't diminish the enchantment of the world and magic within the story.
(■Eksplorasi bahasa dan linguistik yang mendalam: Novel ini mendalami dunia bahasa dan linguistik yang rumit, yang memberikan pembaca wawasan tentang kekuatan dan kompleksitas bahasa. Melalui diskusi, kuliah, dan magic system, ia mengeksplorasi bahasa sebagai kekuatan yang memiliki banyak segi, yang bertindak sebagai alat penindasan dan sumber perlawanan.
■Kritik terhadap kolonialisme dan imperialisme: Buku ini menawarkan kritik yang menarik terhadap kolonialisme dan imperialisme, yang mengungkap kenyataan pahit dari peristiwa sejarah, rasisme, dan sistem yang menindas. Buku ini menyelidiki bagaimana kekuatan kolonial mengeksploitasi sumber daya, budaya, dan masyarakat demi keuntungan mereka, menggunakan bahasa sebagai sarana untuk membangun dominasi dan melanggengkan sistem penindasan.
■Tema dark academia: Tergolong dalam genre dark academia, novel ini menavigasi tema-tema kompleks seperti hak istimewa, dinamika kekuasaan, dan seluk-beluk institusi akademis. Buku ini memberikan eksplorasi tentang hubungan antar karakter dalam konteks sekolah penerjemahan bergengsi.
■Dampak emosional dari ketidakadilan masyarakat: Narasinya tidak segan-segan menggambarkan dampak emosional dari ketidakadilan dalam masyarakat, termasuk rasisme, seksisme, dan penindasan. Buku ini dengan jelas mengeksplorasi kemarahan, frustrasi, dan kerentanan yang dialami oleh individu yang menghadapi tantangan sistemik.
■Interseksionalitas tema: Novel ini unggul dalam menyoroti interseksionalitas struktur kekuasaan, menunjukkan bagaimana bahasa, ras, gender, dan kelas bersinggungan untuk menciptakan jaringan hak istimewa dan penindasan yang kompleks. Buku ini membahas perjuangan unik yang dihadapi oleh individu-individu yang berada di persimpangan berbagai identitas yang terpinggirkan.
■Magic system kreatif yang terkait dengan bahasa: Salah satu kekuatan unik novel ini adalah pengenalan magic system yang kreatif yang terkait erat dengan bahasa dan terjemahan.
■Eksplorasi hubungan yang menarik: Eksplorasi hubungan antar karakter, tema persahabatan, kesetiaan, pengkhianatan, dan dilema etika digambarkan dengan kompleksitas.
■Integrasi tema yang halus: Meskipun memiliki banyak tema, plotnya tidak menutupi perkembangan karakter, dan eksplorasi tema tidak mengurangi daya tarik dunia dan keajaiban dalam cerita.)
"Language was just difference. A thousand different ways of seeing, of moving through the world. No; a thousand worlds within one. And translation – a necessary endeavour, however futile, to move between them."
CONCLUSION
Babel by R.F. Kuang blends innovative magical elements, profound explorations of language, and a rich dark academia atmosphere. The novel's unique magic system, utilizing silver bars and the translation of words, introduces a captivating dimension to the fantasy landscape. Kuang's examination of language as both a tool of oppression and a source of resistance makes this book a standout in the fantasy genre. The seamless integration of themes, coupled with the dark academia backdrop, creates a world that appeals to readers seeking intellectual depth and atmospheric allure. The compelling character dynamics, immersive writing style, and lasting emotional impact further solidify Babel as a must-read. As the novel navigates intricate relationships, societal injustices, and the consequences of knowledge, it leaves readers with a profound exploration of power dynamics and the intersectionality of themes.
(Babel oleh R.F. Kuang memadukan elemen magis inovatif, eksplorasi bahasa yang mendalam, dan suasana dark academia yang kaya. Magic system unik dalam novel ini, memanfaatkan batangan perak dan terjemahan kata-kata, memperkenalkan dimensi menarik pada lanskap fantasi. Pengamatan Kuang terhadap bahasa sebagai alat penindasan dan sumber perlawanan menjadikan buku ini menonjol dalam genre fantasi. Integrasi tema yang halus, ditambah dengan latar belakang dark academia, menciptakan dunia yang menarik bagi pembaca yang mencari kedalaman intelektual dan daya tarik atmosferik. Dinamika karakter yang menarik, gaya penulisan yang imersif, dan dampak emosional yang bertahan lama semakin memantapkan Babel sebagai novel yang wajib dibaca. Saat novel ini menampilkan hubungan yang rumit, ketidakadilan sosial, dan konsekuensi dari pengetahuan, novel ini memberikan eksplorasi mendalam tentang dinamika kekuasaan dan interseksionalitas tema.)
0 Comments
don't use this comment form, use the embedded disqus comment section. No spam!
Note: only a member of this blog may post a comment.