Regrettably, I Am About to Cause Trouble by Amie McNee | Book Review


Regrettably, I Am About to Cause Trouble by Amie McNee is historical fiction that follows Maude, a woman discarded by her husband over something as pointless as a birthmark because in her world, a woman’s worth is measured by her beauty and obedience. Left with nothing, she refuses to disappear. Instead, she finds refuge with a group of outcasts who show her that power doesn’t come from society’s approval. But when she’s pulled into the relentless court of King Henry VIII, she quickly learns that survival isn’t about playing fair, but it’s about playing smart.

(Regrettably, I Am About to Cause Trouble oleh Amie McNee adalah novel historical fiction yang mengikuti perjalanan Maude, seorang perempuan yang dibuang suaminya hanya karena tanda lahirnya. Di dunianya, nilai seorang wanita ditentukan dari kecantikan dan kepatuhannya. Kehilangan segalanya, Maude menolak untuk menghilang begitu saja. Sebaliknya, ia menemukan tempat di antara para orang buangan yang mengajarinya bahwa kekuatan bukan berasal dari pengakuan masyarakat. Tapi ketika ia terseret ke dalam kehidupan istana Henry VIII yang kejam, Maude cepat menyadari bahwa bertahan hidup bukan soal bermain adil, tapi soal bermain cerdas.)


BOOK REVIEW 

Regrettably, I Am About to Cause Trouble by Amie McNee is historical fiction with a bite, a sharp, rebellious story about refusing to stay quiet in a world that constantly tries to put women in their place. Its main character, Maude, is dumped by her husband for something as ridiculous as a birthmark. That alone tells you everything about how society sees women: valuable if they’re "perfect," disposable if they’re not. But instead of fading into the background, Maude finds a coven of witches who teach her that her worth has nothing to do with her looks or what men think of her. It’s wild how this is still so true today that women are still judged by impossible beauty standards, and stepping outside of them can mean being overlooked, underestimated, or worse.

But this book isn’t just about beauty standards, it’s also about power, control, and who gets to make the rules. Maude’s story, from discarded wife to navigating Henry VIII’s court, shows just how little power women had. They weren’t seen as people with choices, buy they were pawns, handed from one man to another. And honestly? It’s frustrating how much of that struggle still exists. Whether it’s unequal pay, debates over bodily autonomy, or the pressure to act "acceptable" in male-dominated spaces, women are still expected to play by rules they didn’t write.  

One of the things I love most about this book is how it shows female solidarity. The witches’ coven isn’t some mystical sisterhood brewing potions, but it’s a safe place for women society has tossed aside. Through them, Maude finds support, friendship, and the courage to take up space in a world that wants her to shrink. And that’s real. Whether it’s feminist movements, online communities, or just close friendships, women today still have to create their own spaces to uplift each other because the world isn’t built to do it for them.  

This book also addresses the way women’s bodies have historically been treated like bargaining chips, by being traded, controlled, or judged by anyone except the women themselves. Maude’s story is both about finding confidence and reclaiming control over her body and choices. And that’s why this book feels so important. We like to think we’ve come so far, but the fact that things like consent, bodily autonomy, and reproductive rights are still up for debate says otherwise. The world may have changed, but the fight is far from over.  

Henry VIII’s court is a ruthless battlefield where manipulation is survival, and honestly, that part felt way too familiar. Whether it’s office politics, social hierarchies, or the way power works in general, women still have to be extra careful about how they move in spaces controlled by men. The court in this book may be set in the past, but the power struggles it exposes are still playing out today.  

But what I can’t stop thinking about is how this book calls out the way strong, independent women are labeled as "too much." Maude refuses to be quiet or agreeable, and for that, she’s seen as a problem. Sound familiar? Women who challenge the status quo whether in leadership, activism, or creative fields, still get the same backlash. And that’s what makes this book so powerful. It’s a reminder not to shrink yourself just to make the world more comfortable. Take up space. Be loud. Cause trouble.

(Regrettably, I Am About to Cause Trouble oleh Amie McNee adalah novel historical fiction yang tajam dan penuh perlawanan tentang berani bersuara di dunia yang terus mencoba menempatkan perempuan di posisi tertentu. Tokoh utamanya, Maude, ditinggalkan suaminya hanya karena hal sepele yaitu tanda lahir di tubuhnya. Dari situ sudah terlihat bagaimana cara masyarakat melihat perempuan, berharga kalau "sempurna," tapi dibuang kalau tidak. Tapi Maude tidak memilih diam dan menyerah. Dia menemukan kelompok penyihir yang mengajarkan bahwa nilai dirinya tidak ada hubungannya dengan penampilan atau pendapat laki-laki. Dan yang miris, hal ini masih sangat relevan sampai sekarang. Standar kecantikan yang tidak masuk akal masih menjadi tolok ukur, dan perempuan yang tidak sesuai sering dianggap kurang, diremehkan, atau lebih buruk lagi, diabaikan.  

Tapi buku ini bukan cuma soal standar kecantikan. Ini juga soal kekuasaan, kontrol, dan siapa yang berhak menentukan aturan. Perjalanan Maude dari istri yang ditolak hingga masuk ke lingkungan istana Henry VIII, menunjukkan betapa sedikitnya kekuatan yang dimiliki perempuan saat itu. Mereka tidak dianggap punya pilihan, karena mereka hanya bidak yang dipindah-pindahkan oleh laki-laki. Dan jujur saja, hal ini masih terasa nyata. Ketimpangan gaji, perdebatan soal hak atas tubuh sendiri, tekanan untuk selalu tampil "sesuai" di lingkungan yang didominasi laki-laki, semuanya adalah bentuk lain dari sistem yang masih menuntut perempuan untuk mengikuti aturan yang mereka sendiri tidak membuatnya.  

Salah satu hal yang paling aku suka dari buku ini adalah bagaimana ia menunjukkan solidaritas perempuan. Kelompok penyihir di sini bukan sekadar kumpulan orang yang membuat ramuan ajaib, tapi tempat aman bagi perempuan yang dianggap tidak berharga oleh masyarakat. Bersama mereka, Maude menemukan dukungan, persahabatan, dan keberanian untuk memperjuangkan tempatnya di dunia yang ingin dia mengecilkan dirinya. Dan ini nyata banget. Dari gerakan feminisme, komunitas online, sampai lingkaran pertemanan yang kuat, perempuan masih harus menciptakan ruang sendiri untuk saling mendukung, karena dunia ini tidak selalu menyediakan tempat untuk itu.  

Buku ini juga membahas bagaimana sepanjang sejarah, tubuh perempuan lebih sering dijadikan komoditas daripada dihargai, seperti diperdagangkan, dikontrol, atau dinilai oleh siapa saja kecuali oleh perempuan itu sendiri. Kisah Maude adalah tentang menemukan kembali kepercayaan diri dan merebut kendali atas tubuh serta pilihannya sendiri. Makanya buku ini terasa penting. Kita sering berpikir kalau dunia sudah banyak berubah, tapi kalau melihat isu seperti persetujuan (consent) dalam hubungan, hak atas tubuh sendiri, dan hak reproduksi yang masih terus diperdebatkan, rasanya kemajuan itu belum sejauh yang kita kira.  

Lingkungan istana Henry VIII dalam buku ini juga digambarkan sebagai tempat yang kejam, di mana bertahan hidup berarti harus pandai bermanuver dan membangun aliansi. Dan bagian ini terasa akrab banget. Mulai dari politik kantor, hierarki sosial, sampai cara kekuasaan bekerja secara umum, perempuan masih harus ekstra hati-hati dalam bergerak di lingkungan yang didominasi laki-laki. Istana di buku ini memang latarnya masa lalu, tapi perebutan kekuasaan yang digambarkan masih terasa nyata sampai sekarang.  

Tapi yang paling nempel di kepalaku adalah bagaimana buku ini menyoroti bagaimana perempuan yang kuat dan mandiri sering dicap "berlebihan". Maude menolak untuk diam dan patuh, dan karena itu, dia dianggap sebagai masalah. Kedengarannya familiar? Perempuan yang berani melawan norma baik di dunia kepemimpinan, aktivisme, atau bidang kreatif, masih sering menerima kritik yang sama. Dan di sinilah kekuatan buku ini. Ia mengingatkan bahwa kita tidak harus mengecilkan diri hanya demi membuat dunia lebih nyaman. Berani tampil. Berani bersuara. Berani melawan.)


THINGS I LOVE 

■ Amie McNee somehow makes historical fiction feel fresh and exciting, which is not easy to do. Her writing is sharp, funny, and full of attitude, which makes this book really engaging. Even when it deals with heavy topics, it never feels overwhelming, there’s always some clever humor that keeps it from getting too serious.

■ Most books set in the Tudor era focus on kings, queens, and political drama, but this one takes a different approach. Maude’s story isn’t about trying to fit into that world, but it’s about breaking free from it. Instead of just trying to survive, she decides she’s done following the rules. I love that this book focuses on her personal journey rather than just court politics.

■ One of my favorite things about this book is how it shows women supporting each other. Maude both finds friends and a group of women who lift her up and help her see her own worth. The witches aren’t just there for the sake of the story because they're the reason Maude changes and grows. It’s such a reminder of how important it is for women to have each other’s backs.

■ Even though this book takes place hundreds of years ago, it still feels way too real. The pressure on women to look a certain way, the way their choices are judged, and the constant fight for control over their own lives, it’s all still happening today. Maude is thrown aside because of a birthmark, which honestly isn’t that different from how society still expects women to be "perfect" or else they’re not worth noticing. It’s frustrating, it’s unfair, and it’s wild how little has changed.

(■ Amie McNee berhasil bikin historical fiction terasa fresh dan seru, dan itu bukan hal yang gampang. Gaya penulisannya tajam, kocak, dan punya karakter kuat, jadi bukunya nggak terasa membosankan sama sekali. Bahkan pas bahas topik berat pun, tetap ada humor cerdas yang bikin ceritanya tetap ringan.  

■ Kebanyakan buku yang setting-nya era Tudor pasti berfokus pada raja, ratu, dan drama politik, tapi yang satu ini beda. Cerita Maude bukan tentang berusaha menyesuaikan diri dengan dunia itu, tapi justru tentang melepaskan diri darinya. Dia nggak cuma berusaha bertahan, tapi juga mutusin buat berhenti mengikuti aturannya. Aku suka banget gimana buku ini lebih fokus ke perjalanannya sebagai individu daripada cuma ngikutin intrik kerajaan.  

■ Salah satu hal yang paling aku suka dari buku ini adalah gimana para perempuan di dalamnya saling mendukung. Maude nggak cuma dapat teman, tapi juga kelompok perempuan yang membantu dia menyadari kalau dia lebih dari sekadar apa yang dikatakan masyarakat. Para penyihir di sini bukan cuma karakter tambahan, mereka beneran jadi bagian penting dari perubahan Maude. Ini jadi pengingat kalau saling mendukung antar perempuan itu bisa jadi sesuatu yang revolusioner.  

■ Meskipun setting-nya ratusan tahun lalu, cerita ini masih terasa relate banget. Tekanan buat tampil sempurna, pilihan perempuan yang terus dikomentari, dan perjuangan buat mengontrol hidupnya sendiri, semuanya masih terjadi sampai sekarang. Maude dibuang cuma gara-gara tanda lahir, dan jujur aja, ini nggak jauh beda dari gimana masyarakat masih menuntut perempuan buat selalu tampil "ideal" agar dianggap berharga. Bikin kesel, nggak adil, dan nyebelin banget ngeliat betapa sedikitnya hal yang berubah.)


THINGS I DON'T LIKE

■Since this is historical fiction, the writing includes some older words and phrases that fit the time period. It makes this book feel more realistic, but it makes certain parts a little harder to read.

(■Karena ini historical fiction, tulisannya ada kata-kata atau frasa jadul yang sesuai dengan zaman itu. Ini bikin bukunya terasa lebih nyata sih, tapi kadang bikin beberapa bagian agak susah dibaca. Jadi, ya, siap-siap aja buat mikir dikit pas nemuin kata-kata yang jarang kamu temui atau nggak biasa.)


CONCLUSION 

Regrettably, I Am About to Cause Trouble is a historical novel with a sharp, rebellious, and darkly funny take on what happens when a woman refuses to stay in her place. By telling Maude’s story, the author holds up a mirror to history and asks, "How much has really changed?" This book dives into the ways women have been judged, discarded, and controlled for centuries, and yet, the challenges Maude faces could just as easily belong to women today. With its mix of wit, fierce feminist energy, and an unconventional look at the Tudor era, this book is as entertaining as it is eye-opening. If you love a bold historical fiction, you’ll want this one on your shelf.

(Regrettably, I Am About to Cause Trouble adalah novel historical fiction yang tajam, berani, dan dibalut humor gelap tentang apa yang terjadi ketika seorang perempuan menolak tunduk pada aturan yang mengekangnya. Lewat kisah Maude, penulis seakan mengajak kita berkaca dan bertanya, "Sebenarnya, seberapa banyak yang sudah berubah?" Buku ini menggali bagaimana perempuan selama berabad-abad telah dihakimi, disingkirkan, dan dikendalikan, dan yang miris, tantangan yang Maude hadapi ini masih terasa relevan sampai sekarang. Dengan kombinasi kecerdasan, energi feminis yang kuat, dan sudut pandang unik tentang era Tudor, buku ini bukan cuma menghibur, tapi juga membuka mata. Kalau kamu suka historical fiction yang berani, yang satu ini wajib masuk daftar bacaanmu.)

0 Comments

don't use this comment form, use the embedded disqus comment section. No spam!

Note: only a member of this blog may post a comment.